Anarkisme Melawan Primus Inter Pares

ANARKISME MELAWAN PRIMUS INTER PARES
Apakah gelar ini merupakan kodrat manusia? Apakah tidak ada anarkis yang pertama diantara yang sederajat?

Primus Inter Pares, dalam bahasa Indonesia adalah : yang pertama di antara yang sederajat atau yang pertama di antara yang setara. Frasa ini dipakai sebagai gelar kehormatan kepada seseorang yang secara formal setara, tetapi mendapat kehormatan secara tidak resmi. Pada umumnya, gelar ini diberikan kepada senior dalam sebuah jabatan. Asal mulanya berasal dari Romawi, dimana princeps senatus senat romawi mendapat gelar non resmi ini karena dia diizinkan untuk berbicara pertama dalam debat. Pada perjalanannya Konstantinus yang Agung juga mendapat gelar ini. Namun, gelar ini juga seringkali digunakan secara ironis. Seperti pada kasus Konstatinus, para kaisar romawi sebenarnya kurang tepat mendapat gelar ini. Terutama karena posisi kaisar sudah melanggar prinsip “diantara yang setara” dengan kekuasaannya. Dan pada akhirnya, gelar ini juga banyak dipakai oleh figur modern seperti Ketua Federal Reserve, perdana menteri, presiden Federal Swiss, dan lain-lain. Gelar ini pada akhirnya menunjukkan status seseorang yang dianggap lebih tinggi diantara rekan-rekan nya.

Lalu, apa masalahnya dengan Anarkisme?

Masalah utama adalah kesalahpahaman dari makna frasa ini. Dalam masyarakat saat ini, frasa ini sering dipakai motivator dalam menunjukkan karakter kepemimpinan. Frasa ini menjadi lazim untuk menyebut seseorang yang menjadi tokoh kunci dalam sebuah kelompok. Dan lucunya, frasa ini dianggap sebagai legitimasi bahwa didalam sebuah kelompok, ada satu individu yang menjadi pemimpin karena kodrat yang dijalaninya. Tentu pemikiran ini konyol ketika melihat bagaimana frasa ini muncul. Frasa ini tidak pernah lahir sebagai legitimasi adanya hierarki dimana dalam sebuah kelompok ada satu orang yang lebih unggul dibanding yang lain. Frasa ini lahir untuk memberi legitimasi terhadap senioritas dalam sebuah hierarki. Karena frasa ini digunakan banyak motivator dan leadership trainer, maka banyak yang menganggap primus inter pares adalah kodrat manusia. Pemikiran yang demikian tidak dilandasi oleh fakta ilmiah, dan sebaik-baiknya hanya bagian kecil dari sebuah kajian psikologi.

Tapi, apakah tidak ada posisi primus inter pares dalam anarkisme?

Kita harus kembali pada pemaknaan dari frasa ini. Dalam sejarah munculnya, frasa ini bukan menunjukkan posisi otoritarian dalam masyarakat. Hanya sekedar posisi informal sebagai bentuk penghargaan. Pendekatan dari frasa ini pun bisa ditarik kembali pada masyarakat berburu dan meramu. Hanya pada era kekaisaran Romawi hingga saat ini, frasa ini diidentikkan pada posisi superior. Anarkisme menolak adanya hierarki dan otoritarian yang bersifat mengatur individu lain. maka, primus inter pares sangat berlawanan dengan konsep anarkisme. Namun, jika kita mencoba cocoklogi dalam menemukan kondisi serupa dalam masyarakat anarkis, kita bisa melihat ungkapan Bakunin ; “Apakah artinya saya lantas menolak semua otoritas? Kesimpulan ini jauh dari pemikiran saya. Dalam hal sepatu, saya memilih otoritas pembuat sepatu; Soal rumah, kanal, atau kereta api, saya berkonsultasi dengan otoritas arsitek atau insinyur. Untuk pengetahuan atau pengetahuan khusus tersebut, saya menerapkannya sesuai otoritasnya yang memahami hal tersebut. Tapi ini tidak berarti saya mengizinkan para pembuat sepatu maupun arsitek atau insinyur tersebut memaksakan otoritasnya pada saya.”

Dari ungkapan ini, sebenarnya ada posisi “terdepan” dalam masyarakat anarkis. Namun bukan posisi yang bersifat mengatur. Pembuat sepatu bisa dipandang sebagai primus inter pares dalam urusan sepatu. Teknisi dapat dipandang sebagai primus inter pares dalam urusan teknik. Namun, bukan berarti mereka bisa mengatur individu lain diluar relasi mereka. Seorang pembuat sepatu memiliki otoritas untuk membuat sepatu bagi seseorang, Namun dia tidak berhak menentukan apa yang harus dikenakan seseorang kecuali urusan teknik dalam produksi sepatu.

Inti dari artikel ini adalah; kita harus menerima keunikan seseorang, terutama dalam proses relasi timbal balik. Bukan karena asas kebebasan, kita harus melupakan bahwa hubungan timbal balik juga termasuk transfer ilmu. Pada saatnya, ketika sudah tidak ada spesialisasi atau seluruh produksi telah di-automasi-kan, maka posisi ini pun gugur; Yang kedua, kita harus ingat bahwa apa yang kita ungkapkan harus memiliki dasar. Jangan hanya karena mendengar kata asing yang terlihat keren, kita lantas menganggap sebuah frasa adalah fakta ilmiah. Seperti contoh, anarka bucinisme terlihat keren, namun tidak lebih dari ungkapan para admin BV terhadap kondisi asmara admin Ameyuri Ringo.

-camarhitam-

Mengintip Lebih Dalam Tentang Anarki Dan Cinta Dalam Perspektif Errico Malatesta

Sesuatu yang tidak mendapat perhatian cukup adalah peran cinta dalam politik anarkis. Cinta adalah tema yang berulang dalam tulisan-tulisan anarkis Italia Errico Malatesta.
Pertama, cinta adalah bagian integral dari visi Malatesta tentang masyarakat anarkis dan tujuan yang diperjuangkan oleh kaum anarkis. Malatesta mengklaim bahwa kaum anarkis “mencari kemenangan kebebasan dan cinta.” (Malatesta 2015, p60) Ia menulis bahwa kaum anarkis “bertujuan untuk kebaikan semua, penghapusan semua penderitaan dan perluasan semua kesenangan yang bisa bergantung pada manusia, tindakan kami bertujuan untuk mencapai kedamaian dan cinta di antara semua manusia, kami membidik masyarakat yang baru dan lebih baik, pada umat manusia yang lebih berharga dan lebih bahagia. ”(Ibid, p15)
Malatesta berpendapat bahwa, “Karena semua penyakit masyarakat saat ini memiliki asal-usul dalam perjuangan antara laki-laki, dalam mencari kesejahteraan melalui upaya sendiri dan untuk diri sendiri dan terhadap semua orang, kami ingin menebus kesalahan, mengganti kebencian dengan cinta, persaingan dengan solidaritas, pencarian individu untuk kesejahteraan pribadi melalui kerja sama persaudaraan untuk kesejahteraan semua orang, penindasan dan pemaksaan oleh kebebasan, kebohongan agama dan kebohongan ilmiah dengan kebenaran. ”(Ibid, p19)
Kedua, Malatesta mengatakan bahwa ia adalah seorang anarkis karena keinginannya lebih besar untuk masyarakat yang didasarkan pada cinta. Dia menulis, “Saya seorang anarkis karena bagi saya kelihatannya anarki akan berkorespondensi lebih baik daripada cara lain kehidupan sosial, dengan keinginan saya untuk kebaikan semua, dengan aspirasi saya menuju masyarakat yang merekonsiliasi kebebasan setiap orang dengan kerja sama dan cinta di antara laki-laki . “(Ibid, p18)
Ketiga, Malatesta berpendapat bahwa cinta sangat penting bagi politik anarkis karena emosi yang memotivasi kita untuk tidak menindas orang lain dan bertindak untuk kebaikan orang lain. Dia menulis, “Menurut definisi, seorang anarkis adalah dia yang tidak ingin ditindas dan tidak ingin menjadi dirinya sendiri sebagai penindas, yang menginginkan kesejahteraan, kebebasan, dan perkembangan terbesar bagi semua manusia. Ide-idenya, keinginannya berasal dari perasaan simpati, cinta, dan rasa hormat terhadap kemanusiaan: perasaan yang harus cukup kuat untuk membujuknya agar menginginkan kesejahteraan orang lain sama seperti keinginannya, dan untuk melepaskan keuntungan pribadi itu. Pencapaian yang mana, akan melibatkan pengorbanan orang lain. Jika tidak demikian, mengapa ia menjadi musuh penindasan dan tidak berusaha menjadi penindas?” (Ibid, p16)
Malatesta membuat poin yang sama ini secara lebih rinci ketika ia menulis, “Terlepas dari gagasan kami tentang negara politik dan pemerintah, dan mereka yang berada di jalan terbaik untuk memastikan semua orang memiliki akses bebas ke alat produksi dan menikmati hal-hal baik dalam hidup, kita adalah kaum anarkis karena perasaan yang merupakan kekuatan pendorong bagi semua reformator sosial yang tulus, dan tanpanya anarkisme kita akan melakukannya bisa bohong atau hanya omong kosong. Perasaan ini adalah cinta umat manusia, dan fakta berbagi penderitaan orang lain. Jika saya makan saya tidak bisa menikmati apa yang saya makan jika saya pikir ada orang yang mati kelaparan, jika saya membeli mainan untuk anak saya dan dibuat senang oleh kesenangannya, kebahagiaan saya segera pahit melihat anak-anak bermata lebar berdiri di dekat jendela toko yang bisa dibuat senang dengan mainan murah tetapi yang tidak bisa memilikinya, jika saya menikmati diri sendiri, roh saya sedih segera setelah saya ingat bahwa ada sesama makhluk malang yang mendekam di penjara; jika saya belajar, atau melakukan pekerjaan yang saya sukai, saya merasa menyesal dengan pemikiran bahwa ada begitu banyak yang lebih terang daripada saya yang wajib menyia-nyiakan hidup mereka untuk tugas-tugas yang melelahkan, seringkali tidak berguna, atau berbahaya.
Jelas, egoisme murni; yang lain menyebutnya altruisme, sebut apa yang Anda sukai; tetapi tanpa itu, tidak mungkin menjadi anarkis sejati. Intoleransi penindasan, keinginan untuk bebas dan untuk dapat mengembangkan kepribadian seseorang hingga batas maksimalnya, tidak cukup untuk membuat seseorang menjadi anarkis. Cita-cita menuju kebebasan tanpa batas, jika tidak diliputi oleh cinta kepada umat manusia dan oleh keinginan bahwa semua orang harus menikmati kebebasan yang setara, dapat menciptakan pemberontak yang jika mereka cukup kuat, ia segera menjadi pengeksploitasi dan tiran, tetapi tidak pernah menjadi anarkis.” (Ibid, p17)
Keempat, Malatesta mengklaim bahwa cinta memotivasi orang-orang anti-otoriter secara umum. Dia berbicara tentang non-anarkis yang memiliki semangat anarkis, yang dia maksudkan, “Sentimen manusiawi yang mendalam, yang bertujuan untuk kebaikan semua orang, kebebasan dan keadilan bagi semua orang, solidaritas dan cinta di antara orang-orang; yang bukan merupakan karakteristik eksklusif dari kaum anarkis yang menyatakan diri, tetapi mengilhami semua orang yang memiliki hati yang murah hati dan pikiran yang terbuka.”
Dari sini jelas bahwa Malatesta mencintai cinta, dan baginya anarki adalah cinta yang begitu luas akan setiap makna yang terkandung didalamnya.
-Anonim

Sekelumit Kisah Renzo Novatore

Renzo Novatore adalah nama pena dari Abele Rizieri Ferrari, seorang penyair individualis anarkis, ilegalis, dan antifasis Italia. Lelaki yang lahir pada 12 Mei 1890 ini adalah juga seorang filsuf sekaligus militan, yang sekarang terkenal karena publikasi bukunya Toward Creative Nothing serta hubungannya dengan futurisme sayap kiri. Max Stirner, Nietzsche, George Palante, Wilde, Henrik Ibsen, Schopenhauer, dan Charles Baudelaire merupakan orang-orang yang turut memperkaya pemikiran lelaki yang meninggal pada tahun 1922 ini.
Pada masa kecilnya, Renzo Novatore tak mampu menyesuaikan diri dengan disiplin sekolah dan keluar pada tahun pertamanya. Ketika dia bekerja di peternakan ayahnya, dia belajar sendiri dengan penekanan pada puisi dan filsafat. Di sekitar tempat tinggalnya, peyair yang lahir di Arcola, Liguria, Italia ini, dikelilingi oleh scene para anarkis yang sedang bersemangat, di mana kemudian dia membangun relasi yang dekat dengan mereka.
Kemudian, dia menemukan Errico Malatesta, Peter Kropotkin, Hendrik Ibsen, dan juga Nietzsche yang sering dia kutip, terutama Max Stirner. Pada tahun 1908 dia merengkuh individualis anarkis. Di tahun 1910, dia menjadi tersangka atas pembakaran gereja lokal dan menghabiskan tiga bulan di penjara, tapi partisipasinya dalam pembakaran tersebut tak pernah terbuktikan. Setahun kemudian, dia melarikan diri untuk beberapa bulan karena polisi mencarinya atas tuduhan pencurian dan perampokan. 30 September 1911, polisi menangkapnya karena melakukan vandalisme. Penyair yang juga seorang filsuf sekaligus militan ini, membenarkan penolakan atas kerja. Dia berpikir, dalam filosofi personal kehidupannya, bahwa dia punya hak merampas apa-apa saja dari orang-orang kaya untuk kebutuhan hariannya, dan menggunakan cara-cara kekerasan bukanlah sebuah masalah baginya.
Di tahun 1914, dia mulai menulis untuk koran anarkis. Dia telah membuat draf pada tahun 1912 tapi tidak selesai untuk alasan yang tidak diketahui. Tahun-tahun itu juga adalah momen di mana Perang Besar (Great War) semakin mendekati. Dia desersi dari kesatuannya pada 26 April 1918 dan dihukum mati oleh pengadilan militer atas desersi serta pengkhianatannya pada tanggal 31 Oktober. Dia melarikan diri dan meninggalkan desanya, sambil melakukan propaganda untuk desersi dari tentara dan melakukan pemberontakan bersenjata melawan negara.
Novatore terlibat dalam kolektif anarko-futuris di La Spezia di mana dia terlibat aktif bersama Auro d’Arcola dalam kelompok antifasis militan, Arditi del Popolo. Di sana dia sangat dekat dengan Enzo Martucci dan Bruno Flippi. Ayah dari dua anak ini menulis banyak artikel di koran-koran anarkis (Cronaca Libertaria, Il Libertario, Iconoclasta!, Gli Scamiciati, Nichilismo, Pagine Libere) di mana dia berdebat dengan para anarkis lainnya (di antaranya adalah Carnillo Berneri). Dia juga mempublikasikan sebuah majalah, Vertice, yang sayangnya menghilang setelah menerbitkan beberapa artikel saja.
Pada bulan Mei 1919, kota La Spezia berada di bawah kontrol dari kelompok yang mengklaim dirinya Komite Revolusioner dan dia berjuang bersamanya. Bulan Juni 1919, partner Bruno Filippi dalam jurnal anarkis individualis, Iconoclasta!, bersembunyi di dalam sebuah gubuk di negeri-negeri dekat kota Sarzana. Seorang petani mengatakan kepada polisi tentang keberadaannya dan Novatore dihukum penjara 10 tahun, tapi dilepaskan dalam sebuah amnesti besar-besaran beberapa bulan kemudian. Awal tahun 1920 Italia dikuasai oleh fasisme. Dia memutuskan untuk menjalankan kegiatannya di bawah tanah dan pada tahun 1922 dia bergabung dengan sebuah geng perampok terkenal yang menjadi inspirasi bagi banyak anarkis, Sante Pollastro.
Novatore terbunuh dalam sebuah penyergapan oleh carabinieri di Teglia, dekat Genoa, pada tanggal 29 November 1922 ketika dia sedang bersama Pollastro. Pollastro sendiri berhasil melarikan diri. Pada jasad Novatore detektif menemukan beberapa dokumen palsu, sebuah senapan dengan dua magasin terisi penuh, sebuah granat tangan dan sebuah cincin dengan tempat untuk mengisikan sesuatu yang berisi sianida berdosis mematikan

Amorfati : Cinta dan Anarki

Aku bersamamu di sini, di negara ini, negara yang akan selalu siap mencekik tanpa membiarkan kita untuk benar-benar terjaga.
Aku bersamamu di sini, di bumi ini, bumi dengan segala kegaduhan yang semakin panas dan tiada henti diperkosa.
Aku bersamamu di sini, berbagi tragedi dan resah yang kebingungan menemukan muaranya.
Aku bersamamu, berusaha tetap menjaga kesadaran dan ingatan akan orang-orang yang mati, orang-orang yang dilupakan atau orang-orang yang tak dianggap ada.
Bukan untuk terjebak dalam distopia masa lalu, namun kita ada untuk membuktikan bahwa perlawanan tidak selesai hanya dengan paranoia yang dicipta penguasa.
Kita tak lagi percaya dongeng, di mana seorang eskapis bercerita tentang perubahan yang jatuh dari langit ketujuh menjelma kerangkeng agama.
Kita tak lagi percaya rayuan, ludahi mereka yang berkata pemilihan umum dapat menyelesaikan problematika.
Kita bersama, aku dan kamu, tanpa vanguard dan siap menginjak kompromi sebagai konsekuensi akhir dari omong kosong istana.
Kita bersama, akan tumbuh tua atau mati diujung moncong senjata.
Namun, kita bersama, untuk membuktikan bahwa kehidupan harus kembali direbut bukan hanya dengan menikmati ilusi seraya menyerap karbon dioksida.
Rasa takut mungkin masih berdiam dikepala, namun kita bersama, setidaknya kita masih mampu menembus malam walau dibantu narkotik dari Romania.
Dunia punya luka yang sama, seorang anak mengatakannya dengan tangis di Papua.
Kapitalisme selalu menampar muka, sesekali dengan halus agar kita dirantai tak berdaya.
Bergelut di tengah masyarakat konsumer tak pernah semudah mengutuk rutinitas urban yang dipecundangi tarikan asap ganja.
Namun yang penting, ialah kita masih bersama.
Mereka di sana, bersiap membungkam kata dan mematahkan genggaman dengan kecewa yang dipaksa laiknya Sisifus yang dihukum hingga ditelan masa.
Mereka di sana, membentuk barikade dengan tembakan gas air mata dan tersenyum melalui layar kaca.
Mereka ingin kita mati sia-sia, namun kita bersama, melawan mereka yang menyebut kebebasan adalah dosa.
Mungkin suatu saat kita akan berpisah, namun setidaknya, kita pernah bersama.
Berusaha tak mengindahkan hukum yang lebih terlihat seperti lelucon ciri khas Negara dunia ketiga.
Jika suatu hari nanti kita berpisah, biarlah, setidaknya kita pernah bersama untuk mempecundangi hedonisme dan anomie dari selamanya.

Biarkan kita tetap berdiri, dibarisan yang sama meski tak lagi bergandeng tangan dalam abstraksi cinta.
Biarkan kita saling melukiskan kebebasan dan perubahan dengan darah dan mengeja nostalgia

Mengenal Marius/Alexandre Jacob

 

Nama aslinya adalah Alexandre Jacob, namun ia lebih dikenal dengan nama Marius Jacob, Seorang ilegalis anarkis dari Perancis. Terkenal sebagai pencuri pintar yang dilengkapi dengan rasa humor yang tajam serta memiliki kedermawanan besar terhadap korban-korbannya. Jalan hidupnya menginspirasikan Maurice Leblanc di karakter Arsene Lupin.
Dilahirkan pada tahun 1879 di Marseille dari sebuah keluarga kelas pekerja. Pada usia dua belas, dia mendaftar untuk magang sebagai pelaut. Pekerjaan yang akhirnya membawa Jacob mencapai Sydney dimana ia memutuskan desersi sebagai kru kapal. Dalam pelayaran ini ia kemudian mengatakan, “aku melihat dunia, itu tidak indah”.
Setelah episode pendek pembajakan, yang membuat ia ditolak karena terlalu kejam. Jacob kembali ke Marseilles pada tahun 1897 dan menyerah pada kehidupan laut secara total. Salah satu sebabnya adalah penyakit demam yang diderita hingga sisa hidupnya. Ia kemudian bekerja sebagai tipografer magang yang membuat ia menghadiri pertemuan-pertemuan para anarkis. Di salah satu pertemuan, Jacob akhirnya bertemu dengan calon istrinya Rose.
Kaum sosialis dari abad ke-19 yang berada di parlemen menentang, seringkali dengan kekerasan, kehadiran para anarkis di antara para pekerja. Perbedaan yang kentara adalah cita-cita kaum Sosialis yang berupaya untuk meraih kekuasaan secara legal melalui proses pemilihan. Para anarkis, bagaimanapun, merasa bahwa keadilan sosial itu bukan sesuatu yang dapat dicapai melalui struktur kekuasaan yang ada. Sebaliknya, hal itu harus direbut oleh kelas pekerja.
Di Eropa pada masa Epoque Belle, setelah represi besar-besaran dan berkelanjutan terhadap Komune Paris, pemberontakan yang terjadi menunjukkan kecenderungan ke arah penggunaan kekerasan oleh individu. Seringkali serangan itu diarahkan kepada para raja, politisi, tentara, polisi, tiran, dan hakim. Akibatnya sejumlah militan anarkis dipenjara dan menghadapi vonis guillotine. Ravachol misalnya, dianggap oleh banyak orang sebagai teroris dan akhirnya dijatuhi hukuman mati.
Jacob pernah tertangkap dengan bahan peledak setelah serangkaian aksi pencurian kecil yang dilakukannya. Ia kemudian dijatuhi hukuman enam bulan penjara. Setelah itu ia mengalami kesulitan mengintegrasikan kembali dirinya sendiri. Sejak saat itu, ia memilih sebuah sikap yang disebutnya “ilegalisme pasifis”.
Di Toulon pada 3 Juli 1899, Jacob pura-pura menderita halusinasi untuk menghindari lima tahun reklusi. Hukuman yang mesti dijalani akibat aktivitas yang dilakukannya. Ia dianggap memiliki potensi untuk menimbulkan kerusuhan dan peningkatan eskalasi kekerasan atas nama kebebasan individual. Hingga kemudian pada tanggal 19 April 1900, ia melarikan diri dari rumah sakit jiwa di Aix-en-Provence dengan bantuan seorang perawat laki-laki dan berlindung di Sète.
Di tempat baru ini Jacob tidak berhenti. Ia kemudian mengorganisir sekelompok orang, dan menyebut diri mereka “para pekerja malam”. Kelompok yang kemudian bertanggung jawab atas puluhan aksi kriminal. Kelompok ini mengusung prinsip yang sederhana. Mereka tidak membunuh, kecuali untuk melindungi hidupnya dan kebebasannya dari polisi. Mereka hanya mencuri dari mereka yang dianggap sebagai parasit sosial seperti para bos, hakim, prajurit, dan ulama. Tapi mereka tidak mencuri dari orang-orang yang memiliki profesi yang berguna bagi banyak orang seperti arsitek, dokter dan seniman. Persentase dari uang yang dicuri akan diinvestasikan ke dalam proyek-proyek anarkis. Jacob memilih untuk menghindari bekerja dengan kaum anarkis idealis dan menemukan dirinya dikelilingi oleh para penjahat dan ilegalis.
Untuk melihat apakah orang-orang yang berusaha mereka rampok berada di tempat mereka, geng Jacob akan menjepit potongan kertas ke pintu mereka dan kembali keesokan harinya untuk memeriksa apakah kertas itu masih ada di tempatnya atau tidak. Aktivitas ini mengantarkan Jacob untuk dikenal sebagai seorang ahli kunci, pembuka pintu dan brankas. Metode kriminal cerdas lain yang mereka gunakan adalah dengan memasuki sebuah apartemen dari lantai atas. Jacob akan menyelipkan payung melalui lubang kecil di langit-langit apartemen target. Begitu dimasukkan, payung bisa dibuka untuk menangkap puing-puing dan meredam kebisingan yang diciptakan ketika mereka berusaha menerobos langit-langit.
Antara 1900 dan 1903, kelompok ini beroperasi dengan dua sampai empat orang. Kelompok ini kemudian dituduh bertanggung jawab atas terjadinya lebih dari 150 kasus perampokan di Paris, provinsi sekitarnya dan bahkan luar negeri. Namun lama kelamaan Jacob mulai merasa bahwa ia mulai kehilangan alasan. Hingga pada suatu hari ketika mencoba untuk mengkonversi pekerja untuk anarkisme, Jacob memperoleh jawaban yang signifikan: “Bagaimana dengan masa pensiun saya?”
Pada tanggal 21 April 1903, operasi pencurian yang dilakukan di Abbeville berubah menjadi bumerang. Setelah membunuh seorang perwira polisi dalam rangka untuk melarikan diri, Jacob dan dua kaki tangannya ditangkap. Dua tahun kemudian di Amiens, Jacob muncul di hadapan pengadilan dan menghadapi tuntutan berat. Kaum anarkis dan orang-orang yang bersimpati dengannya datang berbondong-bondong ke kota dan menciptakan platform untuk ide-idenya. “Anda sekarang tahu siapa aku, yang memberontak, yang hidup pada produk yang dihancurkannya sendiri”.
Ketakutan bahwa hukuman mati Jacob akan memicu terjadinya kekerasan massal membuat ia tidak dipenggal dengan guillotine. Jacob divonis untuk hidup kerja paksa di Cayenne.
Di Cayenne, Jacob mulai membangun korespondensi dengan ibunya Marie, yang tidak pernah menyerah membela anaknya. Selama di penjara, ia mencoba melarikan diri tujuh belas kali tanpa pernah menemui keberhasilan.
Menyusul larangan penggunaan kerja paksa sebagai hukuman di seluruh negeri (kebijakan ini terinspirasi oleh tulisan-tulisan Albert Londres), Jacob akhirnya dibebaskan dan kembali ke Paris. Tempat di mana ia menderita depresi sampai 1927. Setelah itu Jacob pindah ke lembah Loire di mana ia menjadi penjual komersial dan menikah lagi. Saat itu, Jacob sudah berstatus duda karena istrinya Rose telah meninggal sewaktu ia masih mendekam dalam penjara.
Pada 1929 Jacob diperkenalkan kepada Louis Lecoin, direktur koran Libertaire. Kedua pria menemukan kemiripan satu sama lain dan membangun sebuah persahabatan yang langgeng. Setelah upaya menggalang dukungan internasional untuk tahanan anarkis Sacco dan Vanzetti, bersama Lecoin, Jacob juga ikut memberikan dukungan untuk mencegah ekstradisi Durruti ke Spanyol. Saat itu Durruti telah ditunggu oleh hukuman mati di Spanyol. Pada tahun 1936, Jacob pergi ke Barcelona dengan harapan membantu para sindikalis CNT. Sebelum akhirnya ia kecewa karena menemukan bahwa tidak ada harapan untuk kelanjutan perjuangan di Spanyol. Ia akhirnya kembali ke kehidupan pasar di Perancis.
Bagi banyak orang, jika saja ia tidak pernah bersentuhan dengan para anarkis, terlibat aksi kriminal dan resistensi, tetap saja Jacob adalah seorang yang humanis. Setelah kematian ibunya pada tahun 1941 dan istri keduanya pada tahun 1947, Jacob tidak pernah berubah. Ia dengan kawan dan kamerad di sekelilingnya, adalah lelaki yang tidak pernah meninggalkan gaya kehidupan kriminalnya atau opininya tentang ilegalisme atau aksi kekerasan individual.
.Anonim